“Aku kesal dengan tingkah lakumu yang sok sempurna, aku yakin kamu tidak sesempurna yang kau kira. Bagaimana jika kita adu kekuatan kita.”
Citra tersedak minumannya, terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Matanya terus berkeliaran ke kanan dan kiri, mencari sesuatu untuk mengalihkan perhatian. Aku melihat tangannya mulai bergetar. Mulutnya hanya bisa mengangap sedikit, tidak dapat menemukan kata-kata untuk diucapkan.
Aku sendiri juga terkejut, tidak setiap hari ada yang datang untuk menantang Citra. Belum lagi dari Titha, anak paling diam seangkatan. Mungkin dia kesal banget sama Citra.
“Maksud kamu… apa?” Citra akhirnya dapat berbicara, suaranya agak kasar karena habis batuk.
“Seperti yang aku bilang, aku kesal dengan kamu. Benci bahkan. Kamu selalu ada di pusat perhatian. Meskipun dibanding dengan aku, nilai-nilaiku lebih bagus. Jadi kenapa…” Suaranya seperti mulai tersedak, seperti kepingin nangis di akhir perkataannya.
Citra mengubah posisi duduknya dan berbisik ke kupingku. “Rif, gimana nih. Gue gak tau harus ngomong apa. Terima tantangannya atau gimana?”
Aku berpikir sementara. Kalau diterima, akan jadi ribut satu angkatan, ini aja sudah pada bisik-bisik enggak jelas. Kalau ditolak, takutnya Titha bakal tambah marah sama Citra. Tentu saja itu bakal semakin menggangu Citra. Tapi kalau diterima bakal dibilang drama, gosip-gosip tentang mereka berdua malah menjadi masalah yang di luar jangkauan-
“Hei! Jangan mikir melulu napa!”
Aku lompat dari kursiku. Citra benar, hanya berpikir tidak dapat membantu.
“Menurutku kamu harus…”
Dilanjutkan…